Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang
pengelolaan data, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 2019. Perpres ini lahir dari dorongan terkait kebutuhan
terhadap data yang valid dan akuntabel. Perpres ini juga merupakan
terobosan pemerintah untuk mengatur tata kelola data dalam rangka mendukung
pembangunan holistic. Perpres ini secara khusus mengatur tentang Satu
Data Indonesia (SDI) yang menegaskan kembali peran data sebagai dasar
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hingga pengendalian pembangunan. SDI
diharapkan sebagai strategi perbaikan tata kelola data untuk menghasilkan data
yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga mampu
menjadi fondasi penentuan kebijakan yang efektif dan tepat sasaran.
Sekilas
Mengenai Satu Data Indonesia (SDI)
Satu
Data Indonesia sangat penting dalam mendukung pelaksanaan pembangunan, yaitu
dengan penyediaan data-data sektoral baik itu data statistik maupun data
geospasial. Untuk itu diperlukan sinergi antar
kementerian/Lembaga/Dinas/Instansi (K/L/D/I), antara pusat dan daerah dalam
penyelenggaraan satu data Indonesia.
Perpres
Nomor 39 Tahun 2019 tentang SDI mencakup prinsip-prinsip pembangunan SDI.
Pertama. SDI dibangun agar penerapan tata kelola data yang telah dicanangkan
pada tujuan SDI dapat dicapai. Kedua, dalam implementasinya, data yang
dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi kriteria tertentu, yaitu: memenuhi
standar data, memiliki metadata, memenuhi kaidah interoperabilitas data, dan
menggunakan kode referensi dan/atau kode induk.
Lalu,
bagaimana Implementasi Kebijakan SDI di tingkat daerah? Penerapan
kebijakan Satu Data Indonesia di tingkat daerah perlu dukungan banyak pihak. Perpres
SDI mendefinisikan Dewan Pengarah, dan Forum SDI. Kementerian Dalam
Negeri selaku Dewan Pengarah. Dewan pengarah dan Forum SDI tingkat daerah
dibantu oleh Sekretariat SDI tingkat daerah. Untuk di tingkat daerah, Pembina
Data adalah Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Informasi Geospasial (BIG),
Walidata adalah Dinas Komunikasi dan Informatika, dan Produsen Data
adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Untuk
mewujudkan penyelenggaraan SDI, kolaborasi menjadi hal penting. Perlunya
Forum Data dan Rencana Aksi dalam pembangunan SDI. Forum data untuk
memperkuat koordinasi Pembina Data, Walidata, dan Produsen Data. Kegiatan forum
data ini dapat dilakukan secara berkala dalam rangka menyelesaikan permasalahan
satu data, memastikan ketersediaan data dan mencegah duplikasi dengan menyusun
rencana aksi data prioritas maupun sektoral yang terintegrasi pusat dan daerah.
Forum data dapat ditetapkan dengan Peraturan/Keputusan
Gubernur/Walikota/Bupati.
Tantangan
SDI di Daerah
Tantangan
dalam implementasi program SDI di tingkat daerah ada 3 (tiga), yakni: Pertama,
kesiapan infrastruktur serta penyediaan Data Center yang belum memadai. Tentu
hal ini menjadi permasalahan bagi kabupaten/kota yang belum mempunyai fasilitas
Data Center. Namun, untuk sementara, tantangan ini dapat diatasi oleh
pemerintah daerah yang belum mempunyai Data Center sendiri. Salah satunya
dengan menggunakan system penyimpanan cloud yang disediakan oleh Kemenkominfo.
Atau, Pemkab dapat juga menggunakan jasa penitipan server di Gedung BIG misalnya.
Hanya saja bila Pemkab menitipkan server maka harus tunduk untuk sementara
kepada kaidah penamaan portal BIG.
Kedua, masih adanya
permasalahan egosektoral dari setiap instansi pemerintahan. Dengan permasalahan
egosektoral ini, sangat memungkinkan adanya perbedaan-perbedaan standar dan
metadata di setiap instansi pemerintah. Sebagai contoh paling sederhana adalah
perbedaan jumlah data penduduk tahun 2020 menurut BPS dan Dinas Kependudukan
Catatan Sipil. Menurut data Dinas Kependudukan Catatan Sipil, jumlah penduduk
Kabupaten Magelang tercatat 1,361,810 jiwa (pusaka.magelangkab.go.id). Sementara menurut data BPS, jumlah
penduduk Kabupaten Magelang sebanyak 1.299.859 jiwa (Daerah Dalam Angka
Kabupaten Magelang 2021).
Penulis
menduga permasalahan ini disebabkan teknik pencatatan yang berbeda. Dinas
Kependudukan Catatan Sipil mencatat jumlah penduduk berbasis registrasi,
sedangkan BPS mencatat jumlahnya berdasarkan pencacahan. Kasus
lain, terdapat perbedaan jumlah penduduk miskin yang berbasis Data Terpadu
Kesejahteran Sosial (DTKS) dengan jumlah penduduk miskin yang dirilis BPS. Hal
ini juga dikarenakan perbedaan pendataan. DTKS berbasis registrasi, dan angka
kemiskinan BPS berbasis survey (SUSENAS/ Survei Sosial Ekonomi Nasional).
Namun, dengan SDI ke depan dapat mendorong angka statistik kemiskinan yang
sinkron antara K/L/D/I, misalnya dengan menjadikan data Adminisitrasi
Kependudukan (Adminduk) yang up to date sebagai kerangka acuan
pengambilan sumber data awalnya.
Ketiga, minimnya jumlah dan
kualitas kapasitas sumber daya manusia pengelola data di daerah. Fenomena ini
penulis rasakan sendiri terjadi di Pemkab Magelang. Di sini masih sedikit SDM
yang memahami bagaimana proses perencanaan, pengumpulan, pemeriksaan, dan
penyebarluasan data statistik dengan baik. Oleh karena itu, ke depan sangat
diperlukan peningkatan kualitas SDM melalui bimbingan, pelatihan ataupun coaching
clinic. Di samping itu, juga bisa melalui kebijakan membuka kembali formasi
pengangkatan ASN dengan latar belakang pendidikan statistik. Hal ini juga
menjadi pekerjaan rumah Badan Kepegawaian Pembinaan dan Pelatihan Daerah
(dulunya BKD) untuk menelurkan kebijakan khusus manajemen SDM di bidang
statistik, baik promosi, mutasi, rotasi, pendidikan dan pelatihan, dan lain
sebagainya.
Strategi
ke depan dan harapan
Penyelenggaran
SDI mau tidak mau harus diikuti oleh Pemerintah Daerah, tak terkecuali di
Pemkab Magelang. Implementasi SDI di Pemkab Magelang saat ini bisa diakses
melalui portal pusaka.magelangkab.go.id. Portal ini
menyediakan data sektoral, jelajah magelang, layanan online dan open data yang
sudah terintegrasi dengan Portal Satu Data Jawa Tengah dan Portal Satu Data
Indonesia.
Dalam
mendukung Satu Data Indonesia, saat ini Pemkab Magelang sudah memiliki Gedung
Data Center, yang dibangun sejak tahun 2019. Data Center ini terpusat di Dinas
Komunikasi dan Informatika dengan kapasitas total penyimpanan 95 Tera Bytes
(TB) setara 95000 Gigabyte (GB) yang terdiri atas 37 (tiga puluh tujuh) server.
Data Center ini berfungsi untuk menyimpan, memproses, dan menyebarkan
data dalam jumlah besar. Saat ini, Pemkab Magelang telah
berkoordinasi dengan BIG terkait instalasi geoportal. Geoportal ini memegang
peranan penting yang diharapkan ke depan mampu menjadi wadah dalam
penyebarluasan data geospasial.
Untuk
merealisasikan satu data di daerah memang diperlukan upaya yang sangat luar
biasa, seperti: komitmen Kepala Daerah, kolaborasi, koordinasi dan sinergi
antar instansi OPD. Di samping itu juga diperlukan semacam kebijakan dari
pemerintah pusat, mengenai jenis data, standar data, format data, metadata yang
seragam baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Karena selama ini
penyelenggaran satu data di tingkat daerah terlihat berbeda-beda tergantung
persepsi dan pemahaman masing-masing daerah. Harapanya adalah agar Satu Data
Indonesia dapat terwujud dengan optimal maka di setiap K/L/D/I, mempunyai satu
sumber data yang dikelola sesuai dengan standar SDI sehingga terwujud tata
kelola data yang berkualitas.