Detail Open Data

Satu Data Indonesia dan Implementasinya di Pemerintah Daerah

Senin, 28 Maret 2022

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang pengelolaan data, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2019. Perpres ini lahir dari dorongan terkait kebutuhan terhadap data yang valid dan akuntabel. Perpres ini juga merupakan terobosan pemerintah untuk mengatur tata kelola data dalam rangka mendukung pembangunan holistic. Perpres ini secara khusus mengatur tentang Satu Data Indonesia (SDI) yang menegaskan kembali peran data sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hingga pengendalian pembangunan. SDI diharapkan sebagai strategi perbaikan tata kelola data untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga mampu menjadi fondasi penentuan kebijakan yang efektif dan tepat sasaran.

Sekilas Mengenai Satu Data Indonesia (SDI)

Satu Data Indonesia sangat penting dalam mendukung pelaksanaan pembangunan, yaitu dengan penyediaan data-data sektoral baik itu data statistik maupun data geospasial. Untuk itu diperlukan sinergi antar kementerian/Lembaga/Dinas/Instansi (K/L/D/I), antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan satu data Indonesia.

Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang SDI mencakup prinsip-prinsip pembangunan SDI. Pertama. SDI dibangun agar penerapan tata kelola data yang telah dicanangkan pada tujuan SDI dapat dicapai. Kedua, dalam implementasinya, data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi kriteria tertentu, yaitu: memenuhi standar data, memiliki metadata, memenuhi kaidah interoperabilitas data, dan menggunakan kode referensi dan/atau kode induk.

Lalu, bagaimana Implementasi Kebijakan SDI di tingkat daerah?  Penerapan kebijakan Satu Data Indonesia di tingkat daerah perlu dukungan banyak pihak. Perpres SDI mendefinisikan Dewan Pengarah, dan Forum SDI.  Kementerian Dalam Negeri selaku Dewan Pengarah. Dewan pengarah dan Forum SDI tingkat daerah dibantu oleh Sekretariat SDI tingkat daerah. Untuk di tingkat daerah, Pembina Data adalah Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Informasi Geospasial (BIG), Walidata adalah Dinas Komunikasi dan  Informatika, dan Produsen Data adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD). 

Untuk mewujudkan penyelenggaraan SDI, kolaborasi menjadi hal penting. Perlunya Forum Data dan Rencana Aksi dalam pembangunan SDI. Forum data untuk memperkuat koordinasi Pembina Data, Walidata, dan Produsen Data. Kegiatan forum data ini dapat dilakukan secara berkala dalam rangka menyelesaikan permasalahan satu data, memastikan ketersediaan data dan mencegah duplikasi dengan menyusun rencana aksi data prioritas maupun sektoral yang terintegrasi pusat dan daerah. Forum data dapat ditetapkan dengan Peraturan/Keputusan Gubernur/Walikota/Bupati. 

Tantangan SDI di Daerah

Tantangan dalam implementasi program SDI di tingkat daerah ada 3 (tiga), yakni: Pertama, kesiapan infrastruktur serta penyediaan Data Center yang belum memadai. Tentu hal ini menjadi permasalahan bagi kabupaten/kota yang belum mempunyai fasilitas Data Center. Namun, untuk sementara, tantangan ini dapat diatasi oleh pemerintah daerah yang belum mempunyai Data Center sendiri. Salah satunya dengan menggunakan system penyimpanan cloud yang disediakan oleh Kemenkominfo. Atau, Pemkab dapat juga menggunakan jasa penitipan server di Gedung BIG misalnya. Hanya saja bila Pemkab menitipkan server maka harus tunduk untuk sementara kepada kaidah penamaan portal BIG. 

Kedua, masih adanya permasalahan egosektoral dari setiap instansi pemerintahan. Dengan permasalahan egosektoral ini, sangat memungkinkan adanya perbedaan-perbedaan standar dan metadata di setiap instansi pemerintah. Sebagai contoh paling sederhana adalah perbedaan jumlah data penduduk tahun 2020 menurut BPS dan Dinas Kependudukan Catatan Sipil. Menurut data Dinas Kependudukan Catatan Sipil, jumlah penduduk Kabupaten Magelang tercatat 1,361,810 jiwa (pusaka.magelangkab.go.id). Sementara menurut data BPS, jumlah penduduk Kabupaten Magelang sebanyak 1.299.859 jiwa (Daerah Dalam Angka Kabupaten Magelang 2021).

Penulis menduga permasalahan ini disebabkan teknik pencatatan yang berbeda. Dinas Kependudukan Catatan Sipil mencatat jumlah penduduk berbasis registrasi, sedangkan BPS mencatat jumlahnya berdasarkan pencacahan.   Kasus lain, terdapat perbedaan jumlah penduduk miskin yang berbasis Data Terpadu Kesejahteran Sosial (DTKS) dengan jumlah penduduk miskin yang dirilis BPS. Hal ini juga dikarenakan perbedaan pendataan. DTKS berbasis registrasi, dan angka kemiskinan BPS berbasis survey (SUSENAS/ Survei Sosial Ekonomi Nasional). Namun, dengan SDI ke depan dapat mendorong angka statistik kemiskinan yang sinkron antara K/L/D/I, misalnya dengan menjadikan data Adminisitrasi Kependudukan (Adminduk) yang up to date sebagai kerangka acuan pengambilan sumber data awalnya.

Ketiga, minimnya jumlah dan kualitas kapasitas sumber daya manusia pengelola data di daerah. Fenomena ini penulis rasakan sendiri terjadi di Pemkab Magelang. Di sini masih sedikit SDM yang memahami bagaimana proses perencanaan, pengumpulan, pemeriksaan, dan penyebarluasan data statistik dengan baik. Oleh karena itu, ke depan sangat diperlukan peningkatan kualitas SDM melalui bimbingan, pelatihan ataupun coaching clinic. Di samping itu, juga bisa melalui kebijakan membuka kembali formasi pengangkatan ASN dengan latar belakang pendidikan statistik. Hal ini juga menjadi pekerjaan rumah Badan Kepegawaian Pembinaan dan Pelatihan Daerah (dulunya BKD) untuk menelurkan kebijakan khusus manajemen SDM di bidang statistik, baik promosi, mutasi, rotasi, pendidikan dan pelatihan, dan lain sebagainya.

Strategi ke depan dan harapan

Penyelenggaran SDI mau tidak mau harus diikuti oleh Pemerintah Daerah, tak terkecuali di Pemkab Magelang. Implementasi SDI di Pemkab Magelang saat ini bisa diakses melalui portal pusaka.magelangkab.go.id.  Portal ini menyediakan data sektoral, jelajah magelang, layanan online dan open data yang sudah terintegrasi dengan Portal Satu Data Jawa Tengah dan Portal Satu Data Indonesia.

Dalam mendukung Satu Data Indonesia, saat ini Pemkab Magelang sudah memiliki Gedung Data Center, yang dibangun sejak tahun 2019. Data Center ini terpusat di Dinas Komunikasi dan Informatika dengan kapasitas total penyimpanan 95 Tera Bytes (TB) setara 95000 Gigabyte (GB) yang terdiri atas 37 (tiga puluh tujuh) server. Data Center ini berfungsi untuk menyimpan, memproses, dan menyebarkan data dalam jumlah besar.  Saat ini, Pemkab Magelang telah berkoordinasi dengan BIG terkait instalasi geoportal. Geoportal ini memegang peranan penting yang diharapkan ke depan mampu menjadi wadah dalam penyebarluasan data geospasial.

Untuk merealisasikan satu data di daerah memang diperlukan upaya yang sangat luar biasa, seperti: komitmen Kepala Daerah, kolaborasi, koordinasi dan sinergi antar instansi OPD. Di samping itu juga diperlukan semacam kebijakan dari pemerintah pusat, mengenai jenis data, standar data, format data, metadata yang seragam baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Karena selama ini penyelenggaran satu data di tingkat daerah terlihat berbeda-beda tergantung persepsi dan pemahaman masing-masing daerah. Harapanya adalah agar Satu Data Indonesia dapat terwujud dengan optimal maka di setiap K/L/D/I, mempunyai satu sumber data yang dikelola sesuai dengan standar SDI sehingga terwujud tata kelola data yang berkualitas.