Detail Open Data

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Magelang, 2016-2020

Rabu, 25 Mei 2022

PENDAHULUAN

Dengan diimplementasikannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian menjadi UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian menjadi UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, era otonomi daerah dimulai di Indonesia. Menurut Undang-undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan otonomi daerah yang dimilikinya, daerah memiliki kewenangan yang lebih luas dalam mengelola daerahnya. Daerah harus menjadi lebih mandiri sehingga mampu mengurangi ketergantungannya kepada pemerintah pusat. Selain itu, salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi.

Menurut UU No. 32 tahun 2004, definisi dari desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, Kabupaten Magelang mengemban tanggung jawab untuk menjadi lebih mandiri dalam mengelola dan meningkatkan kinerja keuangan pemerintahannya yang pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan kepada pemerintah pusat bahkan masyarakat Kabupaten Magelang sendiri. Pada era otonomi daerah, terjadi pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menyelenggarakan tugas daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD merupakan cerminan dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah selama periode tertentu. APBD dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan. (Arthaingan, 2016)

Halim (2007) mengungkapkan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan Pemda dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat. Untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah tersebut perlu ditetapkan standar atau acuan kapan suatu daerah dikatakan mandiri, efektif, efisien, dan akuntabel sehingga diperlukan suatu pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai tolak ukur dalam penetapan kebijakan keuangan pada tahun anggaran selanjutnya. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dengan tidak bergantung sepenuhnya kepada pusat.

Pemerintah daerah juga memiliki fleksibilitas dalam menggunakan dananya sesuai dengan aturan yang berlaku (Syamsi, 1986). Mardiasmo (2009) mengatakan bahwa tujuan dilakukannya pengukuran kinerja adalah membantu memperbaiki kinerja pemerintah, mengalokasikan sumber daya dan membuat keputusan, serta mewujudkan akuntabilitas publik. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut adalah dengan melakukan analisis laporan keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Analisis laporan keuangan dimaksudkan untuk membantu bagaimana cara memahami laporan keuangan, bagaimana menafirkan angka-angka dalam laporan keuangan, bagaimana mengevaluasi laporan keuangan, dan bagaimana menggunakan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan (Mahmudi, 2007). 

Selengkapnya : Analisa_Kinerja_Keuangan_Pemerintah_Kabupaten_Magelang,_2016-2020.pdf